Lomba Blog Kebahasaan dan Kesastraan

Selasa, 19 Oktober 2010

Puisi-Puisi Indonesia

Senja di desa
Senja di desa desa
Antara kampung kampung
dan matahari dijunjung
gadis-gadis remaja:
Periuk bundar bundar
tanah liat terbakar
tempaan tukang tua
matahari senja

Antara sumber air
dan gerbang perkampungan
terlena jalan pasir
pulang dari pancuran...
gadis-gadis remaja:
Bulan di kepalanya.


Pasrah
Demi malam yang ramah
aku berjanji akan menyerah
kepada angin
yang menyisir tepi hari

Di pinggir lembah
aku akan diam terbaring

Yang membuat aku takut
hanya bulan di sela ranting
yang memperdalam hening

DAN KEMATIAN MAKIN AKRAB
(sebuah rekwim)


Di muka pintu masih
bergantung tanda kabung
Seaakan ia tak akan kembali

Memang ia tak kembali
tapi ada mereka yang tak
mengerti-mengapa ia tinggal diam
waktu berpisah. Bahkan tak
ada kesan kesedihan
pada muka
dan maa itu, yang terus
memandang, seakan mau bilang
dengan bangga: - Matiku muda-
Ada baiknya

mati muda dan mengikut
mereka yang gugur sebelum waktunya
Di Ujung musim yang mati dulu
bukan yang dirongrong penyakit
tua, melainkan dia
yang berdiri menentang angin
di atas bukit atau dekap pantai
di mana badai mengancam nyawa
Sebelum umur pahlawan ditanam
digigir gunung atau di taman-taman
di kota
tempat anak-anak main
layang-layang. Di jamlarut
daun ketapang makin lebat berguguran
di luar rencana.
Dan kematian jadi akrab, seakan kawan
berkelakar
yang mengajak
tertawa - itu bahasa
semesta yang dimegerti
Berhadapan muka
seperti lewat kaca
bening
Masih dikenal raut muka,
bahkan kelihatan bekas luka
dekat kening Ia menggapai tangan
di jari melekat cincin.
-Lihat, tak ada batas antara kita. Aku masih
terikat kepada dunia
karena janji karena kenangan
Kematian hanya selaput
gagasan yang gampang disebrangi
Tak ada yang hilang dalam
perpisahan, semua
pulih,
juga angan-angan dan selera
keisengan -
Di ujung musim
dindinga batas bertumbang
dan
kematian makin akab.
Sekali waktu bocah
cilik tak lagi
sedih karena layang-layangnya
robek atau hilang
- Lihat, bu, aku tak menangis
sebab aku bisa terbang sendiri
dengan sayap
ke langit
Karangan Subagio Sastrowardoyo (dua diantara puisi diatas)

Demikianlah tiga puisi karya anak bangsa, puisi-puisi anak tersebut mengalami proses kreatif yang tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melaui waktu perenungan yang mendalam. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita bahwa proses terciptanya suatu karya sastra indah tidak muncul secara instan. Perubahan yang baik akan terjadi secara alami tanpa adanya rasa instan yang terikat di dalamnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar