Lomba Blog Kebahasaan dan Kesastraan

Jumat, 22 Oktober 2010

Pendekatan Stilistika dalam Menganalisis Sebuah Karya Sastra

Stilistika adalah cabang atau genus (bahasa latin) dari ilmu bahasa yang mempelajari karateristik dari sebuah penggunaan bahasa yang biasanya berhubungan pula dengan sebuah karya sastra. Karya sastra memiliki fungsi yang berkaitan erat dengan ilmu gaya bahasa (stilitika). Yang menjadi bagian penting dalam ilmu stilistika adalah pilihan yang digunakan oleh seorang atau sekelompok masyarakat dalam menggunakan bahasa mereka. Bentuk bahasa yang mereka gunakan dapat merupa kata, frasa, kalimat, dan klausa. Dalam memahami stilistika kita harus memahami apa bahasa itu sendiri, penggunaanya, maupun tata bahasa yang digunakan. MIsalnya dalam sebuah kalimat :

Amir makan nasi

Fea menyintai Dede

Pada contoh kalimat diatas pada pendekatan subjek Fea (pelaku kegiatan) dapat disebut sebagai paradigma. Paradigma ini timbul karena Fea ataupun Dea adalah orang yang berposisi sebagai pelaku. Secara logis orang akan berpikir bahwa yang menyintai Dede ialah Fea ataupun orang yang makan nasi ialah Amir. Sedang penggunaan pola seperti Subjek + Kata Kerja + Objek adalah bagian dari pola kalimat yang mempunyai arti. Pola kalimat ini yang disebut sebagai sintagma. Kedua bagian ini yang menjadi penting untuk dipahami bila kita ingin memahami sebuah karya sastra melalui pendekatan stilistika (gaya bahasa)

Kunci yang paling penting memahami suatu karya sastra melalui pendekatan stilistika adalah sebagai berikut :

1).Menggunakan pemahaman bahasa untuk mendekati suatu karya sastra

2).Menggunakan pemahaman bahasa secara obkejtif daripada subjektif

3).Menekankan nilai-nilai estetika sebuah kekayaan bahasa

Yang menjadi perbedaan yang mendasar antara karya sastra dan bahasa adalah penggunaan kalimat dimana pada karya sastra menggunakaan banyak kalimat atau kata kiasan sedangkan pada bahasa menggunakan kata-kata atau kalimat yang bersifat umum dipakai ataupun bersifat ilmiah. Teori-teori yang dapat dijadikan dalam melakukan pendekatan suatu karya sastra adalah :

Pendekatan Mimetik, pendekatan ini menyatakan bahwa sastra ini adalah sebagai tiruan dimana sastra lahir karena adanya keadaan sosial yang ada di masyarakat. Karya sastra ini lahir tidak secara sengaja namun terdapat factor sosial yang mengikutinya.

Pendekatan ekspresif, pendekatan ini menjelaskan kepada kita bahwa sastra adalah bagian yang tercipta karena adanya spontanitas dari pihak penulis ketika ia membuat karya sastranya

Pendekatan Pragmatis, pendekatan menjelaskan bahwa karya sastra lahir sebagai bagian yang menentukan adalah pihak pembaca. Pembaca yang akan menarik kesimpulan tentang keberadaan karya sastranya yang dikenal dengan respon (tanggapan) pengarang

Pendekatan Objektif, pada pendekatan ini sebuah karya sastra didekatkan kepada pengaruh yang terikat di dalam sebuah karya sastra. Pengaruh ini lahir dari unsur ekstrinsik karya sastra misalnnya di dalam novel yakni plot, karakter,latar, tema. Karya sastra tidak dapat lahir secara terpisah dari unsur ekstrinsik mereka.

Rabu, 20 Oktober 2010

Dimanakah Identitas Diri Kita ???

Bahasa merupakan indentitas sebuah bangsa. Bahasa lahir dari kreatifitas nenek moyang suatu bangsa yang menghasilkan lambang bunyi ataupun lambang aksara yang memiliki cirri khas. Kebanyakan penduduk bangsa kita menganggap bahwa bahasa yang kita miliki baik berupa bahasa Indonesia ataupun bahasa daerah adalah bahasa yang ketinggalan. Kita menganggap bahwa bahasa Indoenesia adalah bahasa yang tidak digunakan di negara lain berbeda dengan bahasa pengantar Internasional. Kita menganggap bahwa bahasa Indonesia tidak memiliki nilai jual yang tinggi dibandingkan dengan beberapa bahasa asing yang dimiliki oleh negara lain. Bahasa daerah adalah eksistensi yang paling merasakan hal ini, hal ini terjadi karena banyak diantara kita merasa bahwa bahasa daerah adalah bahasa yang sangat kolot. Penggunaan aksara yang kurang menyentuh nuansa modernisasi. Fakta ini menyebabkan kita kehilangan akan identitas kita sebagai bangsa Indonesia dan putera puteri daerah. Kita tidak menyadari bahwa bahasa daerah yang kita miliki memiliki nilai estetika yang sangat tinggi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa berdasarkan keputusan konfrensi bahasa Internasional yang menyatakan tingkat bernilainya suatu bahasa ditentukan oleh bentuk aksara yang dimiliki sebuah negara. Kita turut berbangga diri karena bahasa daerah di masing-masinng daerah di Indonesia memiliki aksara yang tinggi misalnya bahasa Jawa, Bugis, dan lainnnya. Kita jangan menjadi terdiam akan eksistensi bahwa kita adalah negara yang kaya akan budaya. Menurut pengalaman penulis, banyak peniliti dari negara asing yang meniliti kebudayaan dan bahasa yang dimiliki oleh bangsa kita. Hal ini terjadi karena budaya dan bahasa bahkan sastra kita sangat memiliki nilai estetika yang tidak ternilai lagi harganya. Kita sebagai generasi penerus bangsa harus melestarikan keberadaan bahasa daerah kita masing-masing. Kita jangan membiarkan bahasa daerah dan nasional kita hilang ditelan oleh perkembangan zaman. Zaman tidak boleh mengubah identitas kita sebagai bangsa Indonesia. Penelitian akan bahasa nasional dan daerah harus dilaksanakan oleh peneliti bangsa dengan melakukan kerja sama dengan pihak luar. Kita jangan membiarkan bangsa kita menjadi tertinggal karena penelitian umumnya dilaksanakan oleh pihak asing. Penulis tidak menganjurkan bahwa kita jangan mempelajari bahasa negeri lain tetapi hendaknya kita berbangga diri akan bahasa kita. Majulah bangsaku….. Majulah negeriku…-

Eksistensi Bahasa

Bahasa adalah bagian dari kebudayaan yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Keberadaan bahasa sangat berarti dalam kehidupan masyakat. Bahasa adalh sistem lambang yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri. Oleh karena itu, pemahaman sistematika dan penulisan serta komunikasi bahasa yakni bahasa Indonesia, harus diketahui dengan baik. Seperti yang kita ketahui. bahwa keberadaan bahasa sangat menentukan pembentukan kepribadian seorang. Ketika bahasa disampaikan secara kasar, maka seorang anak yang mendengarkan pola perilaku orang dewasa tersebut akan bersifat kasar pula.

Sistem pemerolehan bahasa yang diaalami oleh anak Indonesia, kiranya didapatkan dengan baik di tingkat sekolah. Hal ini penting dilakukan karena bahasa-lah yang membentuk kepribadian mereka. Pada tingkat yang lebih tinggi lagi semisalnya di perguruan tinggi, kemampan bahasa yang mereka miliki baik secara lisan ataupun tulisan akan mempengaruhi kreatifitas seseorang dalam berkreatifitas di tingkat ini. Kematangan berpikir menjadi bagian yang terbentuk karena pembentukan bahasa secara lisan, semantik, ataupun sintaksis mereka yang baik. Transfer ilmu bahasa menjadi bagian penting bagi setiap insan intelektual yang akan mengembangkan bangsa ini.

Komunikasi yang terjadi melalui bahasa juga sangat menentukan perkembangan sosial di masyarakat. Keberadaan sosial ditentukan oleh komunikasi antara suatu individu dengan individu yang lain atau kelompok sosial. Komunikasi yang baik antara presiden dan masyrakatnya yang terjalin dengan baik membuat negara kita menjadi lebih baik lagi. Apabila komunikasi politik yang ditransferkan melalui bahasa dapat dipahami antar kedua belah pihak maka menimbulkan pemahaman yang tepat antar kedua belah pihak yakni presiden dan masyarakatnya.

Ketika demo yang berlangsung mengenai kekecewaan sekelompok mahasiswa terhadap pemerintah yang terjadi di berbagai kota di Indonesia termasuk Makassar adalah perwujudan dari komunikasi yang tidak tercapai antara kedua belah, baik pihak mahasiswa maupun pemerintah sendiri. Bila pihak pemerintah menyampaikan bahasa yang jelas dan berterima di kalangan mahasiswa maka mahasiswa tidak akan melakukan tindakan demo yang anarkis tersebut. Di pihak lain, penyampaian orasi demo yang anarkis oleh pihak mahasiswa bahkan biasanya menggunakan penyampaian bahasa lisan yang kasar (berdasarkan logat bahasa daerah mereka) menunjukkan kejatuhan citra mahasiswa sendiri sebagai manusia yang berintelektual tinggi. Bangsa kita mungkin sudah mulai jenuh akan keadaan yang terjadi. Keadaan ini semua bisa teratasi bila pihak pemerintah lebih sabar dan mereka menjelaskan kemampuan bahasa lisan dan tertulis mereka secara berterima di masyarakat namun diikuti dengan tindakan yang jelas. Sebaliknya pihak mahasiswa atau kelompok pergerkan sosial lain kiranya lebih sabar menunggu hasil kerja pemerintah disertai bentuk komunikasi bahasa yang tidak kasar atau anarkis(menimbulkan kerugian pada diri kita sendiri) serta tetap mengawasi kinerja pemerintah melalui penyampain program mereka di media massa.

Selasa, 19 Oktober 2010

Biografi Sastrawan Indonesia

Pada postingan kali ini penulis akan mengutip beberapa proses terciptanya karya sastra oleh sastrawan Indonesia. Ada pun pemaparan mereka adalah sebagai berikut


" Meskipun ilmu dan filsafat sangat menarik hati saya dan sangat banyak waktu yang telah saya pakai untuk keduanya, tetapi kalau saya hendak jujur tentu saya akan berkata: menulis sastera baik berupa puisi maupun berupa roman lebih memberikan kebahagian kepada saya. Sebab dalam sastera saya dalam keadaan seorang pencipta yang bebas menumbuhkan perasaan, pikiran dan fantasi dan menyusun sekaliannya dengan kebebasan menjadi sesuatu yang menjelmakan kepribadian saya. Hasrat dan dambaan, kegirangan maupun kesedihan saya dapat saya lepaskan sebebas-bebasnya. Tentu dalam menulis karangan sastera itu ada waktunya segala sesuatu berjalan dengan lancer, tetapi sering pula kita berjuang amat lama untuk sebaris, satu alinea ataupun satu halaman. Beberapa kali kertas disobekkan, dan kita memulai dari semula. Dan meski bagaimana sekalipun kita berusaha untuk mencapai yang sebaik-baiknya, di sisi bagian-bagian yang menyenangkan kita, senantiasa kita menghadapi bagian-bagian dari ciptaan kita yang menimbulkan perasaan tidak puas. Terhadap bagian-bagian yang sesungguhnya, saya sering bersifat sebagai seorang Adonis yang girang menikmati baying-bayang wajahnya dalam cermin. Si penulis bukan saja menjadi pembaca yang pertama, tetapi pembaca yang berulang-ulang membaca ciptaannya sendiri”. (S. Takdir Alisjhbana)

“Kemudian saya berkecimpung selama beberapa waktu di bidang seni lukis. Tetapi saya rasakan seni ini sebagai seni bisu. Ini adalah seni manusia tanpa lidah dan saya tidak puas dengan seni lukis. Menurut perasaan saya, sarana lukisan tidak cukup lembut untuk mengucapkan gerak perasaan dan pikiran. Di dalam lukisan nyawa masih terus bergulat hendak mengucapkan diri seakan-aakn terkukung dalam tubuh yang tak dianugrahi bahasa. Maka akhirnya saya menyambut bidang kesusastraan, sebab disini saya dapat mengucapkan diri secara penuh sebagai manusia, sekalipun saya insyaf bahwa bayangan yang terlukis lebih keka; dam universal daripada bahasa sebagai sarana sastra. Kita tahu betapa banyak bahasa-bahasa mati di dunia, dan betapa di samping bahasa-bahasa mati itu masih berdiri dan berbicara hasil seni rupa di masa lampau. Di dalam kesusastraan pengalaman estetik tidak hanya melihat saat-saat jasmaniah, penginderaan, dan perasaan dari kehidupan kitasebagai insane, tetapi bersangkutan juga dengan masalah-masalah, jadi cirri khas kehidupan manusiawi. Di dalam sastra kita mengucap dan terbayang sebagai manusia yang pernuh.” (Subagio Sastrowardoyo)

“Adalah sangat sulit untuk menguraikan bagaimana dan kenapa saya menjadi pengarang. Pertanyaan demikian sering diajukan orang, tetapi tidak dapat saya jawab dengan pasti. Apakah karena bakat turunan, atau bakat alam, atau karena bakat lingkungan. Apakah karena hobi saja, atau karena alasan-alasan lain (umpamanya karena ingin tenar). Hal itu tidak mudah diuraikan. Sejak sekolah rendah saya sudah gemar membaca. Pada masa itu arus penerbitan buku saku (dulu disebut roman picisan) sangat melmpah. Mungkin sama dengan keadaan sekarang. Keadaan membantu saya untuk memuaskan kegemaran itu. Saya bersekolah di Kayutanam, dan bertempat tinggal di Padangpanjang, adakalanya berjam-jam pulang. Waktu-waktu senggang demikian member kesempatan buat saya untuk membaca. Membaca apa saja yang dapat say abaca. Koran majalah atau berbagai jenis buku. Bacaan yang saya peroleh karena dipinjam atau disewa. Kebetulan pula di Padangpanjang ada kerabat saya yang mempunyai kios yang menyewakan buku-buku cerita, seperti halnya kios yang menyewakan buku-buku cerita, seperti halnya kios yang menyewakan buku-buku cerita, seperti halnya kioas buku yang menyewakan cerita komik. Maka saya dapat meminjam nya dengan cuma-Cuma. Buku saku itu say abaca di kereta api, berangkat ke sekolah atau pulang dari sekolah. Di samping itu, ayah saya senang melihat saya gemar membaca. Saya sering diberi uang untuk membeli buku dan juga berlangganan majalah”. (A.A Navis)

Kutipan kisah biografi oleh penulis penting dilakukan disamping untuk menelaah karya sastra mereka, hal ini juga untuk mengetahui mengapa mereka mengarang. Kehidupan sosial yang dialami oleh sastrawan akan mempengaruhi proses pembuatan karya sastra mereka. Hidup adalah bahan yang penting bagi seorang sastrawan. Hidup pula menjadi inspirasi ketika mereka membuat karya sastra. Selain itu, hal ini dapat dijadikan motivasi juga bagi kita untuk mau menjadi sorang sastrawan ataupun penulis kreatif di bangsa ini.

*Kutipan ini penulis dapatkan dari buku "Proses Kreatif Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang" Pamusu Eneste, editor Jakarta 1982

Puisi-Puisi Indonesia

Senja di desa
Senja di desa desa
Antara kampung kampung
dan matahari dijunjung
gadis-gadis remaja:
Periuk bundar bundar
tanah liat terbakar
tempaan tukang tua
matahari senja

Antara sumber air
dan gerbang perkampungan
terlena jalan pasir
pulang dari pancuran...
gadis-gadis remaja:
Bulan di kepalanya.


Pasrah
Demi malam yang ramah
aku berjanji akan menyerah
kepada angin
yang menyisir tepi hari

Di pinggir lembah
aku akan diam terbaring

Yang membuat aku takut
hanya bulan di sela ranting
yang memperdalam hening

DAN KEMATIAN MAKIN AKRAB
(sebuah rekwim)


Di muka pintu masih
bergantung tanda kabung
Seaakan ia tak akan kembali

Memang ia tak kembali
tapi ada mereka yang tak
mengerti-mengapa ia tinggal diam
waktu berpisah. Bahkan tak
ada kesan kesedihan
pada muka
dan maa itu, yang terus
memandang, seakan mau bilang
dengan bangga: - Matiku muda-
Ada baiknya

mati muda dan mengikut
mereka yang gugur sebelum waktunya
Di Ujung musim yang mati dulu
bukan yang dirongrong penyakit
tua, melainkan dia
yang berdiri menentang angin
di atas bukit atau dekap pantai
di mana badai mengancam nyawa
Sebelum umur pahlawan ditanam
digigir gunung atau di taman-taman
di kota
tempat anak-anak main
layang-layang. Di jamlarut
daun ketapang makin lebat berguguran
di luar rencana.
Dan kematian jadi akrab, seakan kawan
berkelakar
yang mengajak
tertawa - itu bahasa
semesta yang dimegerti
Berhadapan muka
seperti lewat kaca
bening
Masih dikenal raut muka,
bahkan kelihatan bekas luka
dekat kening Ia menggapai tangan
di jari melekat cincin.
-Lihat, tak ada batas antara kita. Aku masih
terikat kepada dunia
karena janji karena kenangan
Kematian hanya selaput
gagasan yang gampang disebrangi
Tak ada yang hilang dalam
perpisahan, semua
pulih,
juga angan-angan dan selera
keisengan -
Di ujung musim
dindinga batas bertumbang
dan
kematian makin akab.
Sekali waktu bocah
cilik tak lagi
sedih karena layang-layangnya
robek atau hilang
- Lihat, bu, aku tak menangis
sebab aku bisa terbang sendiri
dengan sayap
ke langit
Karangan Subagio Sastrowardoyo (dua diantara puisi diatas)

Demikianlah tiga puisi karya anak bangsa, puisi-puisi anak tersebut mengalami proses kreatif yang tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melaui waktu perenungan yang mendalam. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita bahwa proses terciptanya suatu karya sastra indah tidak muncul secara instan. Perubahan yang baik akan terjadi secara alami tanpa adanya rasa instan yang terikat di dalamnya

Kemajuan kesastraan Indonesia

Kesastraan di negara kita merupakan bentuk kesastraan yang masih relatif baru dalam perkembangannya. Oleh karena itu, perkembangan kesastraan di Indonesia harus memberikan pendekatan terhadap metode penyelidikannya. Secara teori, ilmu sastra mempunyai tiga bagian atau cabang yakni teori sastra, sejarah sastra, dan kritik sastra. Teori sastra menyangkut masalah penyelidikan hal yang berhubungan dengan apakah sastra itu, apakah hakikat sastra, dasar-dasar sastra, membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan teori dalam bidang sastra, membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan teori dalam bidang sastra, bermacam-macam gaya, teori komposisi sastra. Sejarah sastra bertugas menyusun perkembangan sastra dari mulai timbulnya hingga perkembangannya yang terakhir. Kritik sastra ialah ilmu sastra yang berusaha menyelidiki karya sastra dengan langsung menganalis, memberi pertimbangan baik-buruknya karya sastra, bernilai seni atau tidak. Menurut William Henry Hudson "Perkataan kritik (criticism) dalam artinya yang tajam adalah penghakiman (judgement), dan dalam pengertian ini biasanya memberi corak pemakaian kita akan istilah itu, meskipun bila kata itu dipergunakan dalam pengertian yang paling luas. Karena itu kritikus sastra pertama kali dipandang sebagai seorang ahli yang memiliki suatu kepandaian khusus dan pendidikan untuk mengerjakan suatu karya seni sastra, atau pekerjaan tersebut memeriksa kebaikan-kebaikan dan cacat-cacatnya dan menyatakan pendapatnya tentang hal itu"

Melalui pemaparan tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa sebuah karya sastra akan bernilai bila melalui beberapa pendekatan tersebut. Secara mendalam sebuah karya sastra akan memberikan dampak tersendiri bagi pembaca dan masyaraakat secara umum. Dampak yang dihasilkan oleh karya sastra dapat berupa bentuk positif maupun negatif. Karya sastra sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat dapat membentuk karakter yang ada di masyarakat. Contohnya ketika karya sastra itu dibaca oleh pembaca secara tidak langsung akan dibawa oleh pengarang untuk membentuk pola alur pikiran mereka berdasarkan alur cerita. Tanpa disadari hal ini mempengaruhi pola pikir mereka dalam melihat keadaan sosial di masyarakat Hal ini yang menjadi kehebatan bagi seorang pencipta karya sastra sendiri. Melalui alasan ini, suatu karya sastra Indonesia bukan menjadi karya sastra sembarangan. Karya sastra hendaknya memberikan dampak positif dalam membentuk karakter bangsanya. Kemunculan beberapa karya sastra Indonesia bukan ajang kemunculan semata. Keadaan sosial masyarakat Indonesia yang kurang menentu dapat dijadikan penulis dalam pencarian pemecahan masalah itu. Karya sastra Indonesia muncul karena adanya bentuk keprihatinan penulis terhadap keadaan bangsa dan generasi muda yang dimunculkan dalam bentuk karya sastra. Penggambaran struktur intrinsik ataupun ekstrinsik suatu karya sastra pun memberikan nasehat-nasehat mendalam bagi kalangan masyarakat kita. Penulis sastra memberikan pengakajian mendalam yakni berfikir secara filsafat. Berpikir filfasat yakni penulis memikirkan tentang manfaat karya sastra mereka bagi kehidupan masyarakt Indonesia. Hal ini yang menjadi tugas utama seorang kritikus sastra. Majulah kesastraan Indonesia.


*ide penulisan ini didapatkan penulis ketika membaca buku prinsip-prinsip kritik sastra oleh rachmat djoko pradopo

Perkembangan Sastra Indonesia

Kesastraan Indonesia merupakan kesastraan yang perlu dikembangkan. Hal ini perlu dilakukan karena banyak kemunduran bentuk karya sastra yang dialami oleh bangsa kita. Hal ini penulis simpulkan ketika generasi muda lebih menyukai sastra populer berbentuk novel dari negara asing. Penulis bukan bersikap anti terhadap karya-karya sastra dari luar, namun generasi muda perlu memiliki apresiasi yang tinggi terhadap hasil karya sastra yang dimiliki bangsa kita sendiri. Kita tahu bahwa terdapat novel-novel yang terkenal seperti laskar pelangi, namun jumlah novel yang memiliki puncak apresiasi tinggi itu jumlahnya sangat sedikit.

Sebagai bagian yang hidup di masyarakat, penulis juga memberikan asumsi akan mundurnya penciptaan karya sastra di negara kita karena sebagian besar opini publik menganggap bahwa pekerjaan di bidang sastra merupakan pekerjaan yang tidak membawa uang ataupun penghasilan yang tidak memadai untuk mencukupi kebutuhan masyarakat yang semakin sulit. Mereka beranggapan bahwa pekerjaan sastra itu pekerjaan yang digeluti oleh orang-orang yang gagal terhadap bidang besar (membawa finansial tinggi terhadap kehidupan mereka). Para generasi muda pun menganggap bahwa seorang sastrawan hanyalah seorang yang menghabiskan waktunya pada kemampuan lukisan perasaan ataupun hati melalui bidang kanfas bahasa sebagai medianya. Penghargaan terhadap karya sastra yang dimiliki oleh daerah mereka juga tidak mendapat penghargaan oleh sebagian besar generasi muda. Generasi muda menganggap bahwa karya sastra daerah mereka merupakan karya sastra yang sudah ketinggalan terhadap perkembangan zaman. Fakta lain di tingkat perguruan tinggi pun peminat di bidang sastra sangat sedikit jumlahnya. Padahal mereka tidak menyadari bahwa bangsa kita mempunyai nilai sastra yang tinggi pula.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, menurut penulis pemerintah wajib menyediakan fasilitas memadai untuk pengajar di tingkat sekolah bahkan perguruan tinggi. Pemerintah wajib menyediakan fasilitas kehidupan layak bagi pengajar sastra. Di pihak lain , pengajar harus menanamkan motivasi yang tinggi dalam mempelajari sastra di Indonesia bagi anak didik mereka. Kedua penumbuhan kreatifitas anak di bidang sastra perlu dilakukan melalui perlombaan misalnya program bulan bahasa dan sastra yang diadakan oleh pemerintah ataupun lembaga pendidikan sendiri. Demikian hendaknya dua hal tersebut yang perlu digalakkan di bangsa kita.